Minggu, 20 Maret 2011

Mustafa Kemmal Attaturk (Bapak Bangsa Turki) Kekacauan Pemikiran dan Permusuhannya Terhadap IslamMustafa Kemmal Attaturk (Bapak Bangsa Turki) Kekacauan Pemikiran dan Permusuhannya Terhadap Islam


Oleh : Kahfi Jamil 

Muqaddimah
Kehancuran Imperium Turki Usmani pada tahun 1918 setelah kekalahan perang yang dideritanya bersama Jerman dan Austria adalah akhir dari sejarah masyarakat Islam imperial. Klimaks dari perjalanan sejarah imperium Islam ini kemudian menjadi awal bagi perkembangan baru masyarakat Islam abad ke-19 di Turki. Tumbuhnya semangat nasionalisme dan kebangsaan masyarakat Turki serta upaya mereka untuk bangkit dari keterpurukan situasi negara yang telah hancur akhirnya menjadi tonggak berdirinya negara Republik Turki.
Tahun 1920 sebuah gerakan revolusi yang dikomando oleh Mustafa Kemal Pasha melahirkan perjuangan kemerdekaan bangsa Turki yang diawali dengan pembentukan Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly). Melalui berbagai gerakan perjuangan pembebasan Turki dari penjajahan asing serta peran strategisnya di atas panggung politik, pada tahun 1923 ia akhirnya dapat mengukuhkan diri sebagai Presiden Republik Turki.
Mustafa Kemal Pasha, yang kemudian bergelar Ataturk (Bapak Bangsa Turki) , adalah tokoh pendiri negara sekuler Republik Turki. Di bawah rezim pemerintahannya Republik Turki pernah dicap sebagai negara sekuler anti Islam. Bahkan, dengan sikap diktatorial rezim pemerintahannya, ia berhasil mengomando pengikutnya di dalam parlemen pemerintahan Turki untuk menghapus lembaga kesultanan dan kekhalifahan Islam. Selain tindakan radikal yang ia lakukan tadi, dengan serentetan program pembaruan (sekularisasi) Turki yang ia lakukan sejak tahun 1923 sampai dengan tahun 1938, Mustafa Kemal juga dianggap telah mencerabut akar dogmatisme Islam dari masyarakat Turki, dan menjauhkan nilai-nilai Islam yang telah menjadi tradisi dalam kehidupan masyarakat Turki tersebut dengan dalih modernitas dan pembaruan.
Makalah ini mencoba mengurai secara lugas sosok tokoh bernama Mustafa Kemal Ataturk, sosok “Bapak Bangsa Turki”, yang selalu dibangga-banggakan orang-orang Barat. Bagaimana sepak terjang seorang Kemmal Attaturk menurut pandangan yang sebenarnya (pandangan Islam).
Riwayat singkat Kemmal Attaturk
Mustafa Kemal Atatürk (lahir di Selânik (sekarang Thessaloniki), 12 Maret 1881 – meninggal di Istana Dolmabahçe, Istanbul, Turki, 10 November 1938 pada umur 57 tahun), hingga 1934 namanya adalah Ghazi Mustafa Kemal Pasha, adalah seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu. Ia juga merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Orang tuanya bernama Ali Riza seorang pegawai biasa di salah satu kantor pemerintah di kota itu, sedangkan ibunya bernama Zubayde, seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaannya. Ali Riza meninggal dunia saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun. Ia kemudian diasuh oleh ibunya. [1]
Riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai sejak tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (sekolah menengah militer Turki). Pada tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul sebagai kadet pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten.
Nama Mustafa Kemmal Attaturk mulai bersinar pada tahun 1334 H./1915 M. setelah berhasil mengusir serangan sekutu di Dardanil. Pada tahun 1338 H/1919 M dia mendirikan partai nasionalis Turki yang mengganti kedudukan Organisasi Persatuan dan Pembangunan. Diantara kerja besarnya yang terkenal adalah kemenangannya di Yunani dan mengusir sekutu di Anatolia pada Tahun 1340 H/1921 M. Dia memiliki hubungan yang kuat dengan Barat. Di MENGIKAT PERJANJIAN Lauzan dengan Barat yang isinya adalah Turki harus menarik kekuasaanya dari seluruh Asia kecil, Konstantinovel dan Turkistan.[2]
Kehidupan Mustafa Kemal sejak 1905 sampai dengan 1918 diwarnai dengan perjuangan untuk mewujudkan identitas kebangsaan Turki. Sebagai pejabat militer di dalam imperium Turki Usmani saat itu, ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Masyarakat Tanah Air (Fatherland Society). Ia juga bergabung bersama Kongres Turki Muda yang membentuk Komite Kebangsaan dan Kemajuan (Committee for Union and Progress) atau disingkat C.U.P.
Setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 Mustafa Kemal berusaha mewujudkan prinsip-prinsip generasi Turki Muda. Di bawah kepemimpinannya, elit nasional Turki berhasil memobilisir perjuangan rakyat Turki dan melawan pendudukan asing. Rakyat Turki berhasil memukul mundur kekuatan penjajahan dari tanah bangsa Turki, yang secara tidak langsung menjadi kemenangan awal bagi Mustafa Kemal.
Selanjutnya, melalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen ini Mustafa Kemal menjadi ketuanya, ia berhasil mendirikan rezim republik atas sebagian wilayah Anatolia, memberlakukan suatu konstitusi baru bagi rakyat Turki pada tahun 1920, dan mengalahkan republik Armenia, mengalahkan kekuatan Perancis, dan mengusir kekuatan tentara Yunani. Klimaks perjuangan Mustafa Kemal yang mengantarkannya ke kursi presiden republik Turki adalah ketika bangsa Eropa mengakui kemerdekaan bangsa Turki yang ditandai oleh perjanjian Lausanne pada tahun 1923.[3]
Reformasi Utsmani & Pemikiran Kemmal Attaturk
Pembaruan Turki sesungguhnya telah sejak lama dilakukan oleh generasi Turki, jauh sebelum pembaruan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Ataturk. Pembaruan di bidang militer dan administrasi, sampai kepada pembaruan di bidang ekonomi, sosial dan keagamaan, telah dilakukan oleh generasi Turki pada era Tanzimat, yaitu reformasi fase pertama yang berlangsung dari tahun 1839 sampai dengan 1876[4]; kemudian pada era Usmani Muda yang berlangsung dari dekade 1860-an sampai dengan dekade 1870-an merupakan reaksi atas program Tanzimat yang mereka anggap tidak peka terhadap tuntutan sosia dan keagamaan; dan pada akhir dekade 1880-an, terbentuklah era baru generasi muda Turki. Generasi baru Turki ini menamakan diri mereka sebagai Kelompok Turki Muda (Ottoman Society for Union and Progress). Kelompok ini secara nyata mempertahankan kontinuitas imperium Usmani, tetapi secara tegas mereka melakukan agitasi terhadap restorasi rezim parlementer dan kontitusional.[5]
Prinsip Pemikiran Pembaruan Mustafa Kemal di awali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Dari sinilah ia berkenalan dengan peradaban Barat, terutama sistem parlementernya. Adapun prinsip pemikiran pembaharuan Turki yang kemudian menjadi corak ideologinya terdiri dari tiga unsur, yakni : nasionalisme, sekularisme dan westernisme.
Mempersoalkan tiga unsur dalam prinsip pemikiran pembaruan Turki Mustafa Kemal di atas, penulis mengulasnya sebagai berikut :
pertama, unsur nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang meresmikan kultur rakyat Turki dan menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam koridor pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah dipribumikan ke dalam budaya Turki. Oleh karenanya, ia berkeyakinan bahwa Islam pun dapat diselaraskan dengan dunia modern. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidupan akan membawa kemunduran pada bangsa dan agama. Atas dasar itu, agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi adopsi Turki sepenuhnya terhadap peradaban Barat, karena peradaban Barat bukanlah Kristen, sebagaimana Timur bukanlah Islam ;
kedua, unsur sekularisme. Unsur ini sebenarnya adalah implikasi dari pemahaman westernisme Mustafa Kemal. Pada prinsip ini, salah seorang pengikut setia Mustafa Kemal, Ahmed Agouglu menyatakan bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradab¬an lain, bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsur-unsurnya. Peperangan antara Timur dan Barat adalah peperangan antara dua peradaban, yakni peradaban Islam dan peradaban Barat. Di dalam peradaban Islam, agama mencakup segala-galanya mulai dari pakaian dan perkakas rumah sampai ke sekolah dan institusi. Turut campurnya Islam dalam segala lapangan kehidup¬an membawa kepada mundurnya Islam, dan di Barat sebaliknya sekularisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Jika ingin terus mempunyai wujud rakyat Turki harus mengadakan sekularisasi terhadap pandangan keagamaan, hubungan sosial dan hukum. Menurut versi Mustafa kemal, sekularisme bu¬kan saja memisahkan masalah bernegara (le¬gislatif, eksekutif dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai satu bangsa. Sekularisme ini adalah lebih me¬rupakan antagonisme terhadap hampir segala apa yang berlaku di masa Usmani.; dan,
Ketiga, unsur wasternisme. Dalam unsur ini, Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru Barat negara Turki akan maju. Unsur westernisme dalam prinsip pemikiran Mustafa Kemal mendapat momennya ketika dalam salah satu pidatonya ia menga¬takan bahwa kelanjutan hidup suatu masyarakat di dunia peradaban modern menghendaki perobahan dalam diri sendiri. Di zaman yang dalamnya ilmu pengetahuan mampu membawa perobahan secara terus-menerus, maka bangsa yang berpegang teguh pada pemikiran dan tradisi yang tua lagi usang tidak akan dapat mempertahankan wujudnya. Masyarakat Turki harus dirubah menjadi masyarakat yang mempunyai peradaban Barat, dan se¬gala kegiatan reaksioner harus dihancurkan.
Dari ketiga prinsip di atas, kemudian melahirkan ideologi kemalisme, yang terdiri atas : republikanisme, nasionalisme, kerakyat¬an, sekularisme, etatisme, dan revolusionisme. Ideologi yang diasosia¬sikan dengan figur Mustafa Kemal ini kemudian berkembang di Turki dan dikembangkan oleh pengikutnya.[6]
Pembaharuan Turki sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan, jauh sebelum pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Mustafa Rasyid Pasha, Mehmed Shiddiq Ri’at, Midhat Pasha, Ahmad Riza, Ziya Gokalp, adalah beberapa orang yang melakukan pembaharuan di Turki sebelum Mustafa Kemal. Sedangkan pemikiran pembaharuan yang paling dekat dengan gerakan pembaharuan Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal adalah pemikiran Ziya Gokalp. Prinsip pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal diawali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Disinilah ia bersentuhan dengan peradaban barat, terutama sistem parlemennya. Adapun prinsip pembaharuan tersebut terdiri dari tiga unsur: Nasionalisme, Sekulerisme, dan Westernisme.
Pertama,unsur Nasionalisme. Ide Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal ialah nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografisnya dan bukan ide nasionalisme yang luas, yakni diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan dengan dunia modern. Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek kehidupan pada bangsa dan agama akan menghambat Turki untuk maju. Atas dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi Turki mengadopsi peradaban barat sepenuhnya, termasuk merubah bentuk negara. Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah dihapusnya sistem kekhalifahan.
Kedua Sekulerisme, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak serta merta menghilangkan agama dari rakyat Turki, namun hanya melakukan pembatasan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan politik. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang, institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syari’ah. Menurut Mustafa Kemal, sekulerisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai suatu bangsa, karena menurut beliau bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsurnya. Dan sekulerisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Sehingga, Mustafa Kemal berpendapat jika rakyat Turki ingin mempunyai peradaban tinggi harus melakukan sekulerisasi.
Ketiga, Westernisme, dalam hal ini Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru barat Negara Turki akan maju. Ungkapan yang digunakan oleh Mustafa Kemal, “Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman.” Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk memajukan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah. Kemal berkeyakinan hanya dengan jalan itu rakyat Turki akan makmur dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.[7]


Komitmen-Komitmen dan Permusuhan Attaturk Terhadap Islam
Kerlahiran Republik Turki yang diproklamasikan oleh Mustafa Kemal pada 29 Oktober 1923 merupakan metamorfosis dari Imperium Utsmaniyah yang lain sama sekali. Keputusan Kamal untuk membentuk Turki menjadi negara sekuler modern yang didaarkan atas kekecewaannya yang sangat mendalam terhadap sistem kekhalifahan sebelumnya. Kedongkolan Mustafa terhadap sistem Khilafah ini mencapai puncaknya ketika pada 3 Maret 1924 ia membubarkan institusi yang telah ada sejak masa sahabat Abu Bakar tersebut (khilafah). Dalam pandangan Mustafa Kemal, Kekhalifahan Utsmaniyah adalah struktur gila yang di dasarkan atas unsur-unsur agama yang rapuh. Menurut Mustafa Kemal, sisa-sisa kekhalifahan Utsmaniyah harus lenyap peraturan dan pengaturan agama kuno nharus digantikan dengan hukum perdata yang modern dan ilmiah. Oleh karena itu, dalam pandangan Mustafa Kemal sekolah-sekolah agama juga mutlak harus di serahkan kepada pemerintah sekuler. Singkat kata dalam pandangan Kemal, negara harus memisahkan antara agama dan negara.[8]
Kebijakan rezim Kemmalis yang paling penting adalah revolusi kultural, Mustafa Kemmal berusaha memasukan massa ke dalam fram work ideologis dan kultural rezim republik, merenggangkan keterikatan masyarakat umum terhadap Islam dan mengarahkan mereka ke dalam pola kehidupan Barat dan sekuler. Rezim Kemalis menghapuskan sejumlah lembaga organisasi Islam. Kesultanan Usmani dihapuskan pada tahun 1923, sedangkan khilafah dihapuskan pada tahun 1924. Lembaga waqaf dan lembaga ulama di kuasakan kepada kantor urusan agama. Pada tahun 1925 beberapa tariqat sufi dinyatakan sebagai organisasi terlarang (ilegal) dan dihancurkan. Pada tahun 1927 pemakaian turbus dilarang. Pada tahun 1928 diberlakukan tulisan latin menggantikan tulisan Arab dan Persi. Pada tahun 1935 seluruh warga Turki diharuskan memakai nama kecil sebagaimana yang berlaku dengan pola nama Barat. Dalam rentang abad ini diberlakukan kitab hukum keluarga yang didasarkan pada kitab hukum Swiss menggantikan hukum Syari’ah. Demikianlah Islam telah dilepaskan dan diasingkan perannya dalam kehidupan masyarakat dan simbol-simbol ketergantungan bangsa Turki terhadapa kultur tradisional digantikan dengan sistem Hukum, kebahasaan, dan beberapa sistem identitas  modern lainnya.[9]

Kesimpulan
Secara Politis, negara Turki mempunyai pandangan bahwa mereka adalah bagian yang tiddak terpisahkan dari peradaban Barat. Sedangkan secara loyalitas Kultural, rakyat Turki terus mempertahankan identifikasi mereka dengan Islam. Walaupun Turki dinyatakan sebagai negara sekuler, Islam tetap berakar kuat pada masyarakat Turki.
Salah satu pelajaran besar yang amat berharga dari peristiwa Turki tersebut adalah, bahwa pada umumnya Turki telah melakukan eksperimen sejarah dengan terang-terangan menyatakan sebagai negara sekuler serta mengambil Barat sebagai model melalui Kemal Attaturk.
Dari sisi Kemal Attaturk, dengan melihat sejumlah kebijakan pembaruan tadi, maka penulis menyimpulkan bahwa Kemal Attaturk memang menolak Islam. Hal ini bisa disimpulkan ketika kebijakan yang diambil Mustafa Kemal yang sangat frontla itu mengundang berbagai reaksi. Dan diantara reaksi yang paling keras salah satunya adalah sengan meletusnya pemberontakan Kurdi yang dipimpin oleh Syaikh Said yang menentang tindakan-tindakan radikal yang dilakukan oleh rezim Kemmal Attaturk.

Referensi
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Adam Hingga Abad XX, Jakarta : Akbar Media, 2009, Cet. Ke-7
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2000, cet. Ke-2
Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Rajagrafindo persada, 2004, Cet. 1
http://bacabukublog.blogspot.com/2008/02/mustafa-kemal-attaturk.html, makalah H. Mubarak, S.Pd.I., M.Pd.I., Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Indonesia
http://bacabukublog.blogspot.com/2008/02/mustafa-kemal-attaturk.html, makalah H. Mubarak, S.Pd.I., M.Pd.I., Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Indonesia
http://dekcrayon.blogspot.com/2009/05/mustafa-kemal-attaturk-2.html



[2] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Adam Hingga Abad XX, Jakarta : Akbar Media, 2009, Cet. Ke-7 , hal. 372-373
[3] http://bacabukublog.blogspot.com/2008/02/mustafa-kemal-attaturk.html, makalah H. Mubarak, S.Pd.I., M.Pd.I., Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Indonesia
[4] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian ketiga, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2000, cet. Ke-2, hal.74
[5] Ibid., hal. 78-80
[6] http://bacabukublog.blogspot.com/2008/02/mustafa-kemal-attaturk.html, makalah H. Mubarak, S.Pd.I., M.Pd.I., Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Indonesia

[7] http://dekcrayon.blogspot.com/2009/05/mustafa-kemal-attaturk-2.html
[8] Ajid Tohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : Rajagrafindo persada, 2004, Cet. 1, hal.219
[9] Op. Cit., hal. 90

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | free samples without surveys